setelah puisi ini ku tulis
akan ada hati yang berdarah
sebab ia kutulis dengan napas tersengal
dan ditulis dari tinta darah dan perahan air
mata
yang dirangkai dari sisa kejujuran yang
tergali dari kesadaran
wahai bulan separuh
simaklah jiwa yang terluka
tentang sebuah pengakuan yang mungkin
tak sempurna
tentang anak manusia yang akan
melangkah ke medan peperangan
untuk menaklukkan puncak-puncak rindu
menjadi perpisahan
dua anak manusia yang mungkin saling
mencintai
mengantarnya ke dalam pintu-pintu
penutup kisah yang haru
wahai bulan separuh
malam ini
simak dan dengarlah pengakuannya
aku sangat mencintainya
merindukannya tanpa ujung batas
menyanyikan namanya dalam senyapku
mengarung malam
walau kutahu jarak yang tak mungkin
kulipat
dan hadir menatap matanya dalam sekedip
mata setiap perpisahanku
aku sangat mencintainya
merindukannya di setiap tarikan napasku
dan bahkan kurasakan tatapannya selalu
hadir dalam aliran darahku
bayangnya seakan tak pernah lepas
menjadi selimut dalam tidurku
bagiku
,,,,,,,,
menatap matanya adalah kesejukan
seperti sentuhan sutera dan belaian butiran
salju di tengah gurun
wahai bulan separuh
pernahkan kau melihatnya merindukanku
seperti kerinduan dahsyat yang selalu
kupendam
pernahkah ia mengerti tentang rindu dan
kedamaian cinta ini
wahai bulan separuh
malam ini
kurasakan cahayamu dipaksakan menjadi
purnama
lalu meneteskan air mata
adakah itu air matanya yang menyesali
diam dan ketidakmengertiannya
atau itu adalah tetesan darahku sendiri
yang akan mengakhiri kisah cinta ini
malam ini
,,,,,,
dengan segala kesadaran kunyatakan rasa
dengan seksama
aku menyudahi segala kisah
menutup ruang rasa dengan paksa
setelah puisi dan kisah ini usai
izinkanlah aku melangkah pergi
menangis diam-diam
mungkin membawa rasa sesal yang tak
terbahasakan
malam ini dengan kesadaran yang tersisa
kunyatakan rasa dengan seksama
aku menyudahi segala kisah
menutup ruang rasa dengan paksa
izinkanlah aku pergi
menghilang dengan malam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar